HUBUNGAN
ANTARA KEPALA DAERAH DENGAN
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
MENURUT
UU NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAH DAERAH
OLEH
ELKANA GORO LEBA
NIM. O8O2O11817
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2011
HUBUNGAN
ANTARA KEPALA DAERAH (KADA) DENGAN
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
Negara Republik
Indonesia (RI) merupakan negara kepulauan yang sejajar dari Sabang sampai
Merauke. Itulah sebabnya maka sering disebut sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Hal itu kemudian di tegaskan lagi dalam UUD 1945. Yang mana
setiap pulau itu berada dalam wilayah atau daerah yang berbeda-beda.
Daerah-daerah yang dimaksud dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang
kemudian disebut sebagai Pemerintah Daerah (Pemda) dengan dibantu oleh Wakil
Kepala Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kepala daerah untuk
provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut
walikota.
Oleh sebab itu,
maka untuk mengatur jalannya roda pemerintahan di daerah diciptakan peraturan
dan atau perundang-undangan yang antara lain kronologisnya sebagai berikut:
1. Undang-
Undang No. 1 Tahun 1945
2. Undang-
Undang No. 22 Tahun 1948
3. Undang-
Undang No. 1 Tahun 1957
4. Panpres
No. 6 Tahun 1959
5. Undang-
Undang No. 18 Tahun 1965
6. Undang-
Undang No. 5 Tahun 1974
7. Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999
8. Undang-
Undang No., 32 Tahun 2004 (berlaku sekarang)
Dalam Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004, Kepala. daerah mempunyai tugas dan wewenang memimpin
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan
bersama DPRD:
1) mengajukan rancangan Perda;
2) menetapkan Perda yang telah mendapat
persetujuan bersama DPRD;
3) menyusun dan mengajukan rancangan
Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
4) mengupayakan terlaksananya kewajiban
daerah;
5) mewakili daerahnya di dalam dan di
luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundangundangan;
6) melaksanakan tugas dan wewenang lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hubungan Antara Kepala Daerah (Kada) Dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Telah dimaklumi sebelumnya bahwa kepala daerah untuk
Daerah Provinsi adalah Gubernur dan
Kabupaten adalah Bupati serta kota
adalah Wali Kota. Kepala daerah ini
mempunyai mitra yang sejajar dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi
legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Alat
kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c). panitia
musyawarah; (d). panitia
anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan (f). alat kelengkapan lain yang
diperlukan. Anggota
DPRD mempunyai hak dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak
diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan
Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai hak, yakni:
1) Hak interpelasi, yaitu
hak DPRD untuk meminta keterangan kepada
kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis
yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. (penjelasan UU No. 32 th 2004, Pasal 43 Ayat
(1) Huruf a)
2)
Hak
angket, yaitu hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu dari
kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. (penjelasan UU No. 32
th 2004, Pasal 43 Ayat (1) Huruf b)
3) Hak menyatakan pendapat,
yaitu hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap
kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di
daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya. (penjelasan UU No. 32 th 2004, Pasal 43 Ayat (1) Huruf c)
Hubungan antar fungsi pemerintahan tidak saling membawahi
dan terikat pada hubungan koordinatif administratif. Dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, DPRD adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah di
samping Kepala Dearah. Jadi fungsi, dan peran Kepala Dearah dengan DPRD dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah hubungannya bersifat kemitraan. Hal ini
merupakan konsekuensi dari adanya Pemilihan Kepala Dearah sacara langsung.
Berikut ini hubungan antara DPRD dengan kepala Daerah dalam aspek legislasi,
penganggaran dan pengawasan.
a. Hubungan Legislasi
Hubungan
antara kedua lembaga negara tersebut di sini adalah pada saat membuat peraturan
daerah (perda). Kedua lembaga sama-sama berhak untuk membuat perda (UU 32 th
2004, Pasal 140 ayat 1). Tetapi pada saat pembahasan tentang perda yang
substansinya sama, maka yang harus didahulukan adalah perda yang dibuat oleh
legislatif, sedangkan perda yang dibuat oleh eksekutif sebagai bahan
perbandingan (Pasal 140 ayat 2).
Sebisa
mungkin, sebuah perda memiliki kandungan filosofis, sosiologis, yuridis; atau
dalam bahasa hukum seperti yang tertera dalam Pasal 137 – syarat perda dan
Pasal 138 – asas perda). Sementara satu-satunya perda yang dibuat oleh pemda
yang juga dibahas bersama DPRD adalah perda tentang Anggaran dan Pendapatan
Belanja Daerah (APBD-Pasal 181).
b. Hubungan Penganggaran
Hubungan
dalam konteks anggaran. Semua urusan
pemerintahan di daerah didanai oleh APBD. APBD tersebut harus mendapat
persetujuan dari DPRD karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah
(Pasal 179) dalam melakukan pelayanan publik dalam masa satu tahun anggaran. Eksekutif
kendati memiliki hak untuk membuatnya, tidak berarti harus menafikan DPRD untuk
memperoleh persetujuan bersama (Pasal 181). Dengan demikian keterlibatan DPRD
di sini adalah membahas dan atau memberikan persetujuan atas rancangan APBD
yang dibuat oleh eksekutif (Pasal 42 b). Walau pada akhirnya, eksekutif
merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (Pasal 156 ayat 1).
Peraturan perundangan memberikan “kekuasaan” lebih besar
kepada ekeskutif dalam proses penganggaran, dimana DPRD bukanlah pengusul
peraturan daerah tentang APBD, meskipun DPRD memiliki fungsi penganggaran.
Dengan demikian maka, dalam penganggaran,
eksekutif menjadi sangat dominan karena perencanaan anggaran dan pengalokasian
sumber daya dirancang oleh eksekutif. DPRD seakan-akan kehilangan kekuatan
untuk menentukan prioritas anggaran ketika rancangan dan kebijakan anggaran
disusun oleh eksekutif dan kemudian dibahas bersama legislatif dalam kondisi
waktu yang sempit.
c. Hubungan Pengawasan
Hubungan (dalam konteks) pengawasan. Pengawasan yang dilakukan
oleh DPRD sebenarnya merupakan manifestasi dari mekanisme check and balances dalam
sistem demokrasi. Pengalaman selama rezim Orde Baru yang dengan sengaja telah
mematikan peran DPRD sebagai waki rakyat di daerah, DPRD hanya berfungsi
sebagai pelengkap dari sistem pemerintahan yang berlangsung, telah mendorong
perbaikan fungsi DPRD secara hakiki. Beberapa fungsi pengawasan yang dilakukan
oleh DPRD tersebut adalah sebagai berikut:
a)
mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan
perundang-undangan lainnya,
b)
mengawasi pelaksanaan keputusan pemerintah
daerah (gubernur, bupati/walikota),
c)
mengawasi pelaksanaan APBD,
d)
mengawasi kebijakan pemerintah daerah, dan
e) mengawasi
pelaksanaan kerja sama internasional di daerah (Pasal 42 ayat 1 huruf c), serta
mengawasi KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Penggunaan ketiga hak ini oleh DPRD memungkinkan
pemerintah daerah diragukan. Sehingga kemungkinan munculnya implikasi negatif
dari pemberian hak yang sangat besar kepada DPRD juga perlu mendapat perhatian,
yaitu kemungkinan terjadinya “konflik” yang berkepanjangan antara kepala daerah
dan DPRD. Karena DPRD kita selalu memainkan peran partisan bukan sebagai
delegate atau trustee sebagaimana gagasan dasar respresentasi.
Hubungan legislatif dengan
eksekutif daerah telah mengalami pasang surut sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan yang telah dan masih berlaku
tersebut antara lain: UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun
1957, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 22 Tahun 1999. Dari
UU No. 1 Tahun 1945 sampai UU No. 5 Tahun 1974 menunjukkan hubungan dimana legislatif lemah sedangkan eksekutif dalam posisi kuat. Adapun
hubungan menurut UU No. 22 Tahun 1999 menunjukkan posisi sebaliknya, yaitu legislatif kuat dan eksekutif lemah. Kekuatan dan
kelemahan hubungan tersebut juga menunjukkan kuat dan lemahnya peran legislatif
maupun eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah. Gaya kepemimpinan Kepala Daerah yang sangat
berbeda dengan Pimpinan DPRD; Latar belakang kepentingan yang diametral
(terpisah secara berhadap-hadapan) antara Kepala Daerah dengan Pimpinan DPRD;
latar belakang pengalaman dalam berpolitik dan penyelenggaraan pemerintahan
yang sangat berbeda antara Kepala Daerah dengan anggota DPRD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar